Bon Jovi lahir di era 1980-an dimana ketika itu aliran New Wave tengah berkuasa di kancah musik dunia. Tersebutlah nama-nama DuranDuran, The Police, Bros, A-ha, Foreigner, dll. Kebanyakan band masa itu mengusung musik dengan dominasi synthesizer, sehingga muncul istilah musik kaleng waktu itu.
Hampir tak ada musik yang tidak melibatkan alat peniru suara ini dan komputer tentunya. Bahkan majalah "Hai" waktu itu meramalkan pertarungan di akhir dekade 80-an adalah antara Bon Jovi dan DuranDuran. Namun sayangnya pertarungan itu tidak pernah kesampaian, karena DuranDuran sudah kehilangan kekuatannya menyusul hengkangnya sang drummer Roger Taylor.
Maka kelahiran band Bon Jovi ibarat hujan di musim kering. Penggemar musik kembali disuguhi musik yang "asli". Meskipun Bon Jovi menggunakan keyboard, tetapi tidak terkesan boros seperti grup musik kebanyakan pada masa itu. Suara lengkingan gitar dan dentuman drum tetap menjadi ciri utama band rock ini.
Kalau boleh kita tengok kembali ke belakang, Bon Jovi sangat konsisten dengan musiknya. Meskipun ada sedikit perubahan di tiap-tiap dekade, namun ciri khas Melody Metal-nya tetap dijaga. Memang pada masa kelahirannya, musik heavy metal sedang menapaki masa jayanya. Terbilang ada Guns n'Roses, Europe, Poison, Alice Cooper, Motley Crue, Metallica, dll. Masing-masing memiliki ciri khasnya, sehingga dari seluruh aliran heavy metal terbentuk sub-sub aliran seperti Melody Metal, Sweet Metal, Speed and Power Metal, dan Trash Metal.
Pada tahun 80-an warna musik Bon Jovi sangat dipengaruhi rock n'roll karena memang Jon sendiri sangat mengidolakan Rolling Stones dan Bob Dylan. Namun kekuatan Bon Jovi adalah musiknya yang mampu bercerita. Tidak melulu bercerita tentang cinta, seks, minuman atau drugs, tapi menceritakan kehidupan dalam sebuah tembang. Yang pada akhirnya terbukti banyak rekan sejawat seangkatannya yang sudah gulung tikar lebih dahulu karena alkohol dan drugs.
Perubahan warna musik Bon Jovi terjadi setelah Jon menggarap soundtrack musik Young Guns II. Seperti album Bon Jovi, album solo inipun berhasil merebut hati penggemar Bon Jovi. Lagu-lagunya juga menempati chart lagu rock. Alhasil ketika album Keep The Faith muncul, masih bisa merebut hati penggemarnya meskipun tidak sewarna lagi dengan album-album yang lalu.
Meskipun tidak lagi diperkuat oleh Alec John Such, di tengah gemuruh aliran Grunge di era 1990-an Bon Jovi tetap berkibar dengan album-albumnya Keep The Faith, These Days, dan Crossroad. Rasanya bukan semata-mata wajah ganteng Jon yang membuat grup rock satu ini mampu bertahan, tapi memang lirik lagu yang bercerita dengan warna musik yang keluar dari kejujuran hati yang membuatnya tetap eksis. Apalagi kalau kita dengar lagu Always, seperti melayang hati memikirkan cinta yang berdarah-darah.
Gempuran "Seattle Sound" dari Nirvana, Pearl Jam, Soundgarden, Green Day, tetap tak mampu membungkam melodi manis dari Richie Sambora. Penikmat musik tidak selamanya mau menerima musik grunge yang tak lain adalah heavy metal minus keyboard. Mereka juga mendambakan nuansa manis dari vokalis bersuara merdu, Jon Bon Jovi. Konsisten itu kuncinya!
Lalu ketika di era 2000-an dunia musik dibanjiri oleh British Rock, tak juga menyurutkan langkah Bon Jovi. Ada album Crush, Bounce, Have A Nice Day, Lost Highway, dan The Circle yang siap menandingi mereka. Bahkan di tahun 2000-an ini Bon Jovi menangguk pendapatan dari konser yang fantastis jumlahnya, mencapai 112.4 juta dollar Amerika.
Bukan hanya dengan menjual CD album atau konser saja, Bon Jovi juga melayani penggemarnya melalui teknologi yang belakangan berkembang pesat. Bisa kita temukan account Bon Jovi di social media seperti Facebook dan Twitter. Bahkan saat peluncuran album terakhirnya, The Circle, Bon Jovi mengajak seluruh dunia menikmati melalui live streaming. Luar biasa pengunjungnya mencapai ratusan ribu. Bayangkan kalau itu terjadi dalam sebuah stadion beneran. Harus sebesar apa stadionnya? Sebesar apa layarnya? Mesti berapa ribu watt sound system dan lightingnya? Itulah Bon Jovi yang tak habis-habis kesaktiannya.
Hampir tak ada musik yang tidak melibatkan alat peniru suara ini dan komputer tentunya. Bahkan majalah "Hai" waktu itu meramalkan pertarungan di akhir dekade 80-an adalah antara Bon Jovi dan DuranDuran. Namun sayangnya pertarungan itu tidak pernah kesampaian, karena DuranDuran sudah kehilangan kekuatannya menyusul hengkangnya sang drummer Roger Taylor.
Maka kelahiran band Bon Jovi ibarat hujan di musim kering. Penggemar musik kembali disuguhi musik yang "asli". Meskipun Bon Jovi menggunakan keyboard, tetapi tidak terkesan boros seperti grup musik kebanyakan pada masa itu. Suara lengkingan gitar dan dentuman drum tetap menjadi ciri utama band rock ini.
Kalau boleh kita tengok kembali ke belakang, Bon Jovi sangat konsisten dengan musiknya. Meskipun ada sedikit perubahan di tiap-tiap dekade, namun ciri khas Melody Metal-nya tetap dijaga. Memang pada masa kelahirannya, musik heavy metal sedang menapaki masa jayanya. Terbilang ada Guns n'Roses, Europe, Poison, Alice Cooper, Motley Crue, Metallica, dll. Masing-masing memiliki ciri khasnya, sehingga dari seluruh aliran heavy metal terbentuk sub-sub aliran seperti Melody Metal, Sweet Metal, Speed and Power Metal, dan Trash Metal.
Pada tahun 80-an warna musik Bon Jovi sangat dipengaruhi rock n'roll karena memang Jon sendiri sangat mengidolakan Rolling Stones dan Bob Dylan. Namun kekuatan Bon Jovi adalah musiknya yang mampu bercerita. Tidak melulu bercerita tentang cinta, seks, minuman atau drugs, tapi menceritakan kehidupan dalam sebuah tembang. Yang pada akhirnya terbukti banyak rekan sejawat seangkatannya yang sudah gulung tikar lebih dahulu karena alkohol dan drugs.
Perubahan warna musik Bon Jovi terjadi setelah Jon menggarap soundtrack musik Young Guns II. Seperti album Bon Jovi, album solo inipun berhasil merebut hati penggemar Bon Jovi. Lagu-lagunya juga menempati chart lagu rock. Alhasil ketika album Keep The Faith muncul, masih bisa merebut hati penggemarnya meskipun tidak sewarna lagi dengan album-album yang lalu.
Meskipun tidak lagi diperkuat oleh Alec John Such, di tengah gemuruh aliran Grunge di era 1990-an Bon Jovi tetap berkibar dengan album-albumnya Keep The Faith, These Days, dan Crossroad. Rasanya bukan semata-mata wajah ganteng Jon yang membuat grup rock satu ini mampu bertahan, tapi memang lirik lagu yang bercerita dengan warna musik yang keluar dari kejujuran hati yang membuatnya tetap eksis. Apalagi kalau kita dengar lagu Always, seperti melayang hati memikirkan cinta yang berdarah-darah.
Gempuran "Seattle Sound" dari Nirvana, Pearl Jam, Soundgarden, Green Day, tetap tak mampu membungkam melodi manis dari Richie Sambora. Penikmat musik tidak selamanya mau menerima musik grunge yang tak lain adalah heavy metal minus keyboard. Mereka juga mendambakan nuansa manis dari vokalis bersuara merdu, Jon Bon Jovi. Konsisten itu kuncinya!
Lalu ketika di era 2000-an dunia musik dibanjiri oleh British Rock, tak juga menyurutkan langkah Bon Jovi. Ada album Crush, Bounce, Have A Nice Day, Lost Highway, dan The Circle yang siap menandingi mereka. Bahkan di tahun 2000-an ini Bon Jovi menangguk pendapatan dari konser yang fantastis jumlahnya, mencapai 112.4 juta dollar Amerika.
Bukan hanya dengan menjual CD album atau konser saja, Bon Jovi juga melayani penggemarnya melalui teknologi yang belakangan berkembang pesat. Bisa kita temukan account Bon Jovi di social media seperti Facebook dan Twitter. Bahkan saat peluncuran album terakhirnya, The Circle, Bon Jovi mengajak seluruh dunia menikmati melalui live streaming. Luar biasa pengunjungnya mencapai ratusan ribu. Bayangkan kalau itu terjadi dalam sebuah stadion beneran. Harus sebesar apa stadionnya? Sebesar apa layarnya? Mesti berapa ribu watt sound system dan lightingnya? Itulah Bon Jovi yang tak habis-habis kesaktiannya.
referensi :
- http://ksatriadarilangit.blogspot.com/2010/10/bon-jovi-melody-metal-yang-abadi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar