Minggu, 09 Januari 2011

MODEL - MODEL PEMBELAJARAN MENGACU PADA SILA – SILA PANCASILA

MODEL - MODEL PEMBELAJARAN MENGACU PADA SILA – SILA PANCASILA
SILA PERTAMA SAMPAI LIMA
      I.            Model Pembelajaran Religius
Merupakan usaha pendekatan diri manusia pada Tuhan sebagai penciptanya. Melalui refleksi pengalaman hidup, memungkinkan seseorang menyadari, memahami, dan menerima keterbatasan dirinya sehingga terbangun rasa syukur kepada Tuhan.
Pembelajaran moral yang dapat dilakukan menggunakan model terintegrasi dan model di luar pengajaran. Hal ini memerlukan kerjasama yang baik antara guru sebagai tim pengajar dengan pihak – pihak luar yang terkait.
Nilai – nilai religiositas ini dapat diajarkan kepada siswa melalui kegiatan yang bersifat religius. Kegiatan religius ini dapat dijadikan sebagai suatu pembiasaan, diantaranya :
a.       Berdoa
b.      Melaksanakan kegiatan di masjid
c.       Merayakan hari raya keagamaan
d.      Mengadakan kegiatan keagamaan sesuai agamanya

Dampak Perilaku Religius dalam Menumbuhkan Etika
Pembiasaan berperilaku religius di sekolah ternyata mampu mengantarkan anak didik berbuat yang sesuai dengan etika, dampaknya berpengaruh terhadap tiga hal, yaitu :
a.       Pikiran
Siswa mulai belajar berpikir positif. Hal ini dapat dilihat dari perilakunya seperti memaafkan orang lain dan mau mengakui kesalahan sendiri. Siswa juga mulai menghilangkan prasangka buruk terhadap orang lain, mereka terbuka dan mau bekerjasama dengan siapa saja tanpa memandang perbedaan ras, agama, dan suku bangsa.
b.      Ucapan
Perilaku yang sesuai etika adalah tutur kata yang sopan, misalkan mengucap salam pada guru, berterima kasih bila diberi sesuatu, meminta maaf bila melakukan kesalahan, dsb. Hal sekecil ini jika dibiasakan sejak kecil akan menumbuhkan sikap positif di masa sekarang dan di waktu mendatang.
c.       Tingkah Laku
Tingkah laku yang terbentuk dari perilaku religius tentu saja merupakan tingkah laku yang benar dan yang sesuai dengan etika. Tingkah laku tersebut di antaranya empati, hormat, kasih sayang, dan kebersamaan.

   II.            Model Pembelajaran Humanistik
Humanistik merupakan aliran psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan pengembangan teori psikologis.
Teori belajar Humanistik
Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia, proses belajar dianggap berhasil apabila si pelajar memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Dalam pembelajaran, siswa harus berusaha mencapai aktualisasi diri dengan sebaik – baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamat.
Tujuan utama pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan diri, yaitu membantu masing – masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi yang ada dalam diri mereka. Hal ini melibatkan dua aspek, yaitu proses pemerolehan informasi baru dan personalia informasi ini pada individu. Tokoh teori humanistik  antara lain Arthur W. Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
a.       Arthur W. Combs ( 1912 – 1999 )
Bersama Donald Snygg ( 1904 – 1967 ) merumuskan bahwa meaning ( makna atau arti ) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila memiliki arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau yang tidak relevan dengan kehidupan mereka. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan memahami dunia persepsi siswa tersebut, guru harus berusaha merubah keyakinan yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajara apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran tersebut, sehingga yang penting adalah bagaimana siswa memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dalam kehidupan.
Combs melukiskan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran besar dan kecil yang memiliki satu titik pusat. Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri, dan lingkaran besar adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku. Jadi hal – hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
b.      Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal, yaitu :
1.      Suatu usaha positif untuk berkembang
2.      Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Pada diri seseorang mempunyai berbagai macam perasaan takut, tapi di sisi lain ia juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima dirinya sendiri.
Maslow membagi kebutuhan manusia dalam tujuh hirarki. Bila seseorang berhasil memenuhi kebutuhan dasar maka barulah ia menginginkan kebutuhan yang berada di atasnya. Hirarki kebutuhan menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak – anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.


c.       Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illionis Chicago, sebagai anak ke empat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak. Gelar profesor diterima di Ohio State 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client Centerd Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu :
1.      Kognitif ( kebermaknaan )
2.      Experiantial ( pengalaman atau signifikansi )
Menurut Rogers, yang terpenting dalam proses penbelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu :
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal – hal yang tidak ada artinya
2.      Siswa akan mempelajari hal – hal yang bermakna bagi dirinya.
3.      Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses
Sedangkan prinsip dasar humanistik dalam bukunya Freedom To Learn, adalah sebagai berikut :
1.      Manusia itu memiliki kemampuan belajar secara alami
2.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud – maksud sendiri
3.      Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolak
4.      Tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan dan diassimilasikan apabila ancaman dari luar itu semakin kecil
5.      Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda dan terjadilah proses belajar
6.      Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya
7.      Belajar diperlancar bila siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab di dalamnya
8.      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari
9.      Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua
10.  Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasiliatif yang dikembangkan Rogers yang diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada 1975 mengenai kemampuan guru menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positiv.
Ciri guru yang fasiliatif :
1.      Merespon perasaan siswa
2.      Menggunakan ide – ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.      Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4.      Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
5.      Menghargai siswa
6.      Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa ( penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa )
7.      Tersenyum pada siswa
Dari penelitian, guru yang fasiliatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin, serta siswa lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud pribadi yang mereka hubungkan pada pengalaman mereka sendiri.
III.            Model Pembelajaran Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi yang terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Berdasarkan hasil pengembangan model maka tim peneliti merekomendasikan bahwa model pembelajaran multikulturalisme ini  dapat dijadikan acuan untuk pendidikan di sekolah dasar. Oleh karena itu model ini sebaiknya disosialisasikan dan diterapkan di sekolah dasar yang lain dengan prioritas di daerah konflik dan berpotensi konflik. Sosialisasi dan pelatihan untuk sekolah dasar lain dapat dilakukan melalui Departemen Pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, atau Dinas Pendidikan, atau kelompok kerja guru.
Dalam model pembelajaran ini siswa dikenalkan pada beragamnya macam etnis, suku, dan individu. Kekompakan, kebersamaan, kerjasama merupakan menu utama dalam proses pembelajaran.

IV.            Model pembelajaran kooperatif learning
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif.
Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada sa at diminta untuk bekeda dalarn situasi kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun dengian mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
Keterampilan keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut( Lundgren,1994).
Keterampilan kooperatif tingkat awal
Meliputi:
a.     menggunakan kesepakatan
b.     menghargai kontribusi
c.      mengambil giliran dan berbagi tugas
d.     berada dalam kelompok
e.      berada dalam tugas
f.       mendorong partisipasi
g.     mengundang orang lain untuk berbicara
h.     menyelesaikan tugas pada waktunya; dan
i.       menghormati perbedaan individu.
Keterampilan kooperatif tingkat menengah.
Meliputi:
a.     menunjukkan penghargaan dan simpati
b.     mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima;
c.      mendengarkan dengan aktif
d.     bertanya
e.      membuat ringkasan
f.       menafsirkan
g.     mengatur dan mengorganisir
h.     menerima, tanggung jawab
i.       mengurangi ketegangan
Keterampilan kooperatif tingkat mahir.
Meliputi
a.     mengelaborasi
b.     memeriksa dengan cermat
c.      menanyakan kebenaran
d.     menetapkan tujuan
e.      berkompromi
Tingkah Laku mengajar ( Sintaks)
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembeiajaran kooperatif, pelajaran di mulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha usaha kelompok maupun individu.
  1. Metode alifiasi dan motivasi prestasi
Individu tidak dapat menjalani kehidupannya tanpa orang lain, karena pada hakikatnya individu mempunyai kebutuhan untuk hidup bersama dengan orang lain, yang mana kebutuhan tersebut tidaksama antara individu yang satu dengan yang lin. Kebutuhan ini merupakan bagioab dari motif afiliasi.
Motif afiliasi merupakan dorongan untuk ramah, berhubungan secara hangat dengan orang lain, menjaga hubungan itu sebaik – baiknya dan tidak memunculkan konflik yang merusak hubungan dengan teman sebaya, baik di sekola maupun di luar sekolah. Motif afiliasi terefleksikan dalam perilaku yang ditujukan pada orang lain. Motif afiliasi membantu individu dalam mengadakan sosialisasi, bekerja sama dan mejalin hubungan baik dengan orang lain.
Karakteristik individu dengan motif afiliasi tinggi :
a)      Menunjukkan performa yang lebih baik ketika intensif afiliasi tersedia
b)      Memelihara hubungan intra personal
c)      Kooperasi, konformitas, dan konflik
d)     Perilaku managerial
e)      Takut untuk ditolak
Motivasi berasal dari bahasa latin movere, yang artinya menggerakkn. Motivasi merupakan suatu kondisi yang menyebabkan dan menimbulkan perilaku tertentu yang dapat menggerakkan, mengarahkan dan memperkuat tigkah laku.
Kata motivasi digunakan untuk mendeskripsikan suatu dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu. Orang dapat termotivasi makan apabila sedang lapar, pergi ke mall hari ini, mendapatkan nilai IPS yang lebih baik semester ini, atau memperbaiki kondisi lingkungan hidup di sekitar rumah tinggal mereka. Dengan kata lain, kata motivasi dapat dikenakan pada perilaku dalam suatu ragam atau rentang situasi yang sangat luas.
Seseorang menggunakan konsep motivasi untuk memerikan suatu kecendrungan umum yang mendorong ke arah jenis tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, motivasi sering di pandang sebagai karakteristik kepribadian yang relatif stabil. Sejumlah orang termotivasi untuk berprestasi, sebagian yang lain termotivasi untuk bergaul dengan orang lain dan mereka menyatakan motivasi ini dalam berbagai cara yang berbeda. Motivasi sebagai suatu karakteristik yang stabil merupakan konsep yang agak berbeda dari motivasi untuk melakukan sesuatu yang spesifik dalam situasi tertentu. Sebagai misal, seseorang dapat dimotivasi untuk makan apabila telah cukup lapar (motivasi situsional), namun sejumlah orang umumnya lebih tertarik pada makanan daripada yang lain (motivasi sebagai suatu karakteristik pribad atau motivasi kepribadian). Hal ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa motivasi situsional dan motivasi kepribadian tidak berhubungan. Motivasi sebagai sutu karakteristik pribadi (motivasi kepribadian) sebagian besar merupakan hasil dari sejarah seseorang (motivasi situsional).
Sebagai contoh, anak-anak yang dipuji oleh orang tua dan guru mereka karena menunjukkan minat terhadap lingkungan di sekitar mereka, berhasil di sekolah, membaca cukup baik dan menikmati membaca, dan menemukan isi buku yang menarik dan berguna, mereka akan mengembangkan suatu cinta belajar sebagai suatu ciri kepribadian umum dan akan membaca serta belajar meskipun tidak ada seorangpun mendorong mereka untuk melakukan hal itu. Bagaimanapun juga, ciri kepribadian ini merupakan hasil sejarah panjang dari motivasi situsional untuk belajar, McCombs, 1991. Hal ini mengandung arti bahwa apabila, karena terjadi suatu sejarah yang sangat berbeda  dari sejarah yang baru saja dicontohkan di atas, misalnya ada seorang anak yang gagal untuk mengembangkan perasaan cinta untuk belajar sebagai suatu karakteristik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar